Nomor Katalog | : | 3305001.34 |
Nomor Publikasi | : | 34520.1906 |
ISSN/ISBN | : | |
Frekuensi Terbit | : | Tahunan |
Tanggal Rilis | : | 18 Oktober 2019 |
Bahasa | : | Indonesia |
Ukuran File | : | 5.25 MB |
Abstraksi
Seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian manusia, eksploitasi terhadap alam dan limbah yang dihasilkannya juga mengalamipeningkatan. Kondisi tersebut mengakibatkan berkurangnya kemampuan lingkungan dalam melakukan penyerapan dan pengolahan limbah secara alami. Hal itu pada gilirannya berdampak pada meningkatnya pencemaran lingkungan dan berkurangnya daya dukung alam. Kebutuhan informasi tentang lingkungan hidup menjadi sangat penting dalam upaya melestarikan lingkungan sekaligus sebagai dasar pijakan dalam penyusunan kebijakan. Kondisi lingkungan dapat diketahui dari lingkungan alam, buatan, maupun sosial. D.I. Yogyakarta terdiri dari 438 desa/kelurahan. Sebagian besar desa/kelurahan atau sebanyak 79,91 persen dari desa/kelurahan di D.I.Yogyakarta terletak di wilayah dataran. Hanya sebanyak 20,09 persen atau 88 desa/kelurahan yang sebagian besar wilayahnya berada di lereng atau puncak. sementara, luas hutan di D.I Yogyakarta hanya sebesar 6,01 persen dan berdasarkan tata gunanya sebagian besar merupakan hutan produksi. Hasil pengumpulan data pada tahun 2018, menunjukkan bahwa suhu rata-rata sebesar 26,3 oC dalam kisaran antara 21,3oC sampai 31,6oC. Suhu udara tertinggi tercatat sebesar 31,6oC di bulan Juni. Sedangkan suhu udara terendah sebesar 21,3oC di bulan Agustus. Unsur iklim lainnya yaitu jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan. Padatahun 2018, jumlah hari hujan selama setahun sebanyak 193 hari. Apabila dilihat per bulan, bahwa jumlah hujan terbanyak sebanyak 27 hari di bulan Januari dengan jumlah curah hujan sebesar 434 mm. Hasil pendataan Podes 2018 menunjukkan bahwa bencana yang paling banyak melanda wilayah desa/kelurahan di D.I. Yogyakarta adalah bencana banjir. Selama periode 2016 - 208, sebanyak 49,09 persen dari 438 desa di D.I. Yogyakarta tercatat pernah mengalami bencana banjir.Selanjutnya, bencana yang paling banyak menimpa desa/kelurahan di D.I. Yogyakarta adalah bencana Tanah Longsor (terjadi di 26,71 persen desa/kelurahan di D.I. Yogyakarta) dan Angin Puting Beliung (terjadi di 24,43 persen desa/kelurahan di D.I. Yogyakarta).Di wilayah D.I. Yogyakarta, pencemaran yang paling banyak terjadi pada tahun 2018 adalah pencemaran air, dimana pencemaran ini terjadi di 99 desa/kelurahan. Kondisi tersebut meningkat dibandingkan tahun 2014, dimana jumlah wilayah yang mengalami pencemaran air sebanyak 44 desa/kelurahan. Selama kurun waktu 2007 – 2018, terlihat bahwa produksi kayu hutan di D.I. Yogyakarta menunjukkan kecenderungan yang menurun. Pada tahun 2007, produksi kayu bulat tercatat sebanyak lebih dari 117 ribu meter kubik. Namun pada tahun 2018, jumlahnya menurun drastis hingga tinggaal sebanyak 457,45 meter kubik. Puncak produksi kayu bulat D.I. Yogyakarta adalah sebanyak lebih dari 156 ribu meter kubik pada tahun 2011. Sebagian besar rumah tangga di D.I. Yogyakarta telah menempati rumahdengan luas lantai perkapita lebih dari 10 meter persegi. Hanya sebanyak 3,81 rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai perkapita kurang dari7,2 meter persegi. Namun demikian, kondisi perumahan di Kota Yogyakarta perlu mendapat perhatian mengingat masih terdapat 12,26 rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai perkapita kurang dari 7,2 meter persegi. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang cenderung menurun dari tahun 2016 sebesar 2,30 menjadi 2,19 pada tahun 2017. Selanjutnya, pada tahun 2018, indeks P1 kembali turun menjadi 2,07. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga mengalami penurunan dari tahun 2016 (0,59) hingga tahun 2018 (0,50) yang berarti bahwa ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin menyempit. IPM D.I. Yogyakarta selama periode tahun 2014 hingga tahun 2018 menunjukkan tren yang meningkat (Tabel 6.27). IPM pada tahun 2014 tercatat sebesar 76,81 dan terus meningkat hingga pada tahun 2018 nilai IPM D.I. Yogyakarta mencapai 79,53. Pada tahun 2018, komponen angka harapan hidup tertinggi diraih oleh Kabupaten Kulon Progo (75,12 tahun), dan terendah Kabupaten Bantul (73,66 tahun). Adapun nilai tertinggi untuk komponen IPM lainnya, yaitu rata-rata sekolah, angka harapan lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan diraih oleh Kota Yogyakarta.